Latar Belakang
Siapa yang tidak kenal tikus? Hewan ini mudah ditemui disekitar kita.
Tapi bila tikus muncul dan berkembang biak di area pertanian dan
perkebunan, hewan ini bisa menjadi hama yang menakutkan bagi petani,
Kehadirannya harus diberantas, baik dengan pengasapan, yang biasa
dikombinasi dengan penggeropyokan atau dengan racun tikus.
Lalu bagaimana dengan upaya pemberantasan hama tikus? Berbagai cara
pendekatan telah banyak diupayakan dalam memberantas hama tikus ini.
Mulai dari pengunaan racun tikus (rodentisida) hingga metode yang alami,
yaitu dengan memanfaatkan kehadiran burung hantu (barn owl).
Teknologi pengendalian tikus ada banyak ragamnya, seperti teknik
jantan mandul, pengusiran dengan suara (biosonik), secara fisik mekanik
(gropyokan, jebakan),kimiawi (peracunan dengan rodentisida) dan
menggunakan musuh alami. Namun pada kenyataannya sampai saat ini tekanan
pengendalian masih tertumpu kepada keampuhan penggunaan rodentisida
kimia.
Pengendalian hama menggunakan musuh alami dengan memanfaatkan burung
hantu ini memiliki banyak keuntungan. Selain tidak mengotori lingkungan
dengan racun ataupun zat polutan lainnya, kemudian asalkan dijaga dengan
baik musuh alami juga tumbuh dan berkembang sehingga semakin hari bukan
semakin habis seperti tumpukan persediaan pestisida. Dan satu lagi,
musuh alami dengan senang hati bekerja sendiri sementara kita bisa tidur
nyenyak menanti hasil kerjanya.
Permasalahan
1. Bagaimana mengendalikan tikus yang ramah lingkungan?
2. Bagaimana mengatasi permasalahan-permasalahan pengendalian tikus dengan burung hantu?
1.3. Tujuan
1. Mengendalikan tikus yang ramah lingkungan.
2. Mengatasi permasalahan-permasalahan pengendalian tikus dengan burung hantu.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Hama Tikus Secara Terpadu.
TIKUS termasuk hama kedua terpenting pada tanaman padi di Indonesia.Ini
perlu mendapat perhatian khusus di samping hama lainnya.Karena
kehilangan hasil produksi akibat serangan hama tikus cukup tinggi.
Usaha untuk mengendalikan ‘si monyong’ tikus ini sudah banyak
dilakukan oleh para petani,mulai dari sanitasi,kultur teknik, fisik,
cara hayati, mekanik dan kimia.Namun
diakui,bahwa cara-cara pengendalian tersebut belum dilakukan secara
terpadu,sehingga harapan untuk menekan populasi tikus pada tingkat yang
tidak merugikan ternyata sulit dicapai.
Pengendalian hama secara terpadu (PHT) ini akan terlaksana dengan
baik bila petani menghayati konsep dasarnya dan menguasai berbagai cara
pengendalian ke dalam suatu program yang sesuai dengan jenis organisme
pengganggu dan ekosistem pertanian di tempat tersebut.
Konsep pengendalian hama terpadu sebenarnya sudah dikenal sejak tahun
1947-an,meskipun sebelumnya penanggulangan hama dengan jalan memadukan
beberapa pengendalian sudah dilaksanakan.
LANGKAH AWAL
PHT dapat didefinisikan sebagai cara pengendalian dengan memasukkan
beberapa cara pengendalian yang terpilih dan serasi serta memperhatikan
segi ekonomi,ekologi dan toksikologi sehingga popilasi hama berada pada
tingkat yang secara ekonomi tidak merugikan.Artinta,bahwa PHT bertujuan
untuk menekan populasi hama sampai pada tingkat yang tidak
merugikan,pengelolaan kelestarian alam dan optimasi produksi pertanian.
Sebelum melangkah pada usaha pengendalian tikus sawah dengan
menerapkan PHT,sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu biologi dan
ekologi tikus,sehingga petani akan lebih mudah meng identifikasi untuk
selanjutnya dilakukan pengendalian.
Tikus termasuk ordo Rodentia,famili Muridae dan sub-famili Murinae.Dari sub-famili ini ada dua genus yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia yakni genus Mus dan Rattus.
Pada umumnya,tikus sawah (Rattus orgentiventer) tinggal di pesawahan dan sekitarnya mempunyai kemampuan berkembang biak sangat pesat.Jika
secara teoritis,tikus mampu berkembang biak menjadi 1.270 ekor per
tahun dari satu pasang ekor tikus saja. Walaupun keadaan ini jarang
terjadi,tetapi hal ini menggambarkan, betapa pesatnya populasi tikus
dalam setahun.
Perkembangan tikus di alam banyak dipengaruhi faktor
lingkungan,terutama ketersediaannya sumber makanan,dan populasi tikus
akan meninglat berkaitan dengan puncak pada masa generatif.
Kegiatan tikus lebih aktif pada malam hari,dan kegiatan hariannya
sangat teratur mulai dari mencari makanan,minum,mencari pasangan sampai
orientasi kawasan.Untuk
menghindari dari lingkungan yang tudak menguntungkan,tikus biasanya
membuat sarang pada daerah lembab,dekat dengan sumber air dan makanan
seperti di batang pohon,sela-sela batu,gili-gili irigasi,tanggul,jalan
kereta api dan bukit bukit kecil.
Petani dapat membedakan mana yang disebut tikus sawah dan mana tikus rumah.Pada
umumnya,tikus salah selain melakukan aktivitasnya di sawah,juga dapat
melakukan aktivitasnya di rumah. Sedangkan tikus rumah (Rattus
ratusdiardii) hanya melakukan aktivitasnya hanya di rumah saja.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tikus dapat dilihat pada batang
padi yang terpotong dan membentuk 45oC serta masih mempunyai sisa bagian
batang yang tak terpotong.Pada
fase vegetatif tikus dapat merusak 11-176 batang per malam.Sedangkan
pada saat bunting,kemampuan merusak meningkat menjadi 24-246 batang padi
per malam.
Sebagai binatang pengerat,tikus dalammemenuhi kebutuhan hidupnya
mengerat batang padi dengan perbandingan 5:1,yakni 5 batang padi dikerat
hanya untuk mengasah giginya supaya tidak tambang panjang,dan 1 batang
padi di makan untuk kebutuhan hidupnya.
2.2. Klasifikasi Burung Hantu Barn Owl (Tyto alba)
Phylum Chordata
Sub-phylum Vertebrata
Class Aves
Ordo Strigiformes
Family Strigidae
Genus Tyto; terdiri dari 10 spesies
Tyto alba (Barn Owl) terdiri dari 35 sub spesies
Karakter morfologi Tyto alba
• Kepala besar, paruh seperti kait
• Mempunyai cakar kokoh
• Mata lebar dengan muka berbentuk cakram, membantu memfokuskan suara dating
• Sayap berbentuk bundar dan berekor pendek
• Bulu lembut, berwarna putih atau kekuningan pada bagian bawah
• Sisi atas ekor berwarna kekuningan dengan garis-garis hitam
• Pada mata bagian atas berwarna coklat
Distribusi
Genus Tyto terdiri dari 10 spesies, termasuk burung hantu dari Afrika (Grass Owl) dan Australia serta New Guinea (Masked Owl).
Burung hantu Tyto alba (Barn Owl) terdiri dari 35 sub spesies.
Distribusi burunghantu T. alba dapat dijumpai di eropa, banyak di
Amerika Utara dan sebagian Amerika Selatan, menyebar mencakup sebagian
Afrika, India, Asia Tenggara, Australia, dan Kepulauan Pasifik.
Penyebaran di Asia Tenggara dan Selatan meliputi India, Burma, Thailand, Kamboja, Laos,
Malaysia, Sumatera, dan Jawa.
Perilaku dan Habitat
• Aktif pada malam hari (nocturnal), bersembunyi pada siang hari
• Menghuni lubang pohon, atap gedung, jurang atau tebing karang
• Pohon atau areal pertanaman
• Tidak pernah dijumpai bersarang di atas tanah
• Dapat bersarang apa kandang buatan (gupon)
• Umumnya terbatas pada perkebunan kelapa sawit, karena kurangnya tempat cocok untuk bersarang
• Selalu ditemukan di daerah-daerah pemukiman sekitar perkebunan kelapa sawit tradisional, jumlah rendah
• Dapat dikembangkan pada areal persawahan
• Lokasi pertanian padi, disekitarnya banyak perpohonan
• Tidak bersifat migratory
• Umumnya sebagai binatang penetap 1,6 – 5,6 km sekitar sarang
2.3. Burung Hantu, Si Pengendali Hama Tikus
Burung Hantu dianggap menyeramkan bahkan sering dianggap membawa
sial. Di beberapa tempat burung ini diburu habis karena masyarakat tidak
ingin tertimpa kemalangan ataupun ingin mendapat keuntungan finansial
dari burung eksotik ini.
Burung Hantu adalah burung predator yang ganas yang struktur tubuhnya
membuatnya mampu selalu mengejut mangsanya. Burung Hantu mampu
mendeteksi mangsa dari jarak jauh. Burung ini pun mampu terbang cepat
dengan sunyi sehingga mangsanya bisa saja tidak tahu apa yang
menerkamnya. Tetapi burung ini tidak berbahaya bagi manusia, justru
sebenarnya membantu mengendalikan sejumlah hama, seperti tikus yang
sangat merugikan manusia.
Kemampuannya untuk mendeteksi mangsa dari jarak jauh dan kemampuannya
menyergap dengan cepat tanpa suara serta sifatnya sebagai hewan
nocturnal (mencari makan di malam hari) membuatnya menjadi predator
ideal untuk tikus-tikus.
Beberapa tempat seperti di Kabupaten Agam di Sumatera Barat dan
Kabupaten Jombang di Jawa Timur telah menunjukkan kesuksesan dalam
mengendalikan hama tikus dengan cara membudidayakan Burung Hantu.
Pembudidayaan yang dipantau oleh Dinas Pertanian dan Holtikultura
setempat dan diikuti oleh pembangunan sarang-sarang buatan dan
penangkaran ini terbukti mampu mengendalikan hama tikus dalam area
persawahan yang sangat luas secara efektif dan efisien.
Sarang-sarang buatan dibutuhkan karena Burung Hantu tidak membuat
sarangnya sendiri, Burung Hantu selalu merebut ataupun menempati sarang
kosong milik burung jenis lain.
Pengendalian hama menggunakan musuh alami ini memiliki banyak
keuntungan. Selain tidak mengotori lingkungan dengan racun ataupun zat
polutan lainnya, kemudian asalkan dijaga dengan baik musuh alami juga
tumbuh dan berkembang sehingga semakin hari bukan semakin habis seperti
tumpukan persediaan pestisida. Dan satu lagi, musuh alami dengan senang
hati bekerja sendiri sementara kita bisa tidur nyenyak menanti hasil
kerjanya.
Disebuah perkebunan di Riau, pemberantasan hama tikus dilakukan
dengan cara alami. Tak ada lagi pemberantasan dengan menggunakan racun
tikus. Sebagai alternatifnya digunakan burung hantu mengingat inilah
hewan predator yang rajin memangsa tikus.
Burung hantu termasuk spesies burung noctural atau beraktivitas di malam
hari. Penglihatannya sangat tajam di mana dia dapat melihat mangsanya
dari jarak jauh. Hidupnya berkelompok dan cepat berkembang biak. Induk
burung hantu mampu bertelur 2 -3 kali dalam setahun. Sekali bertelur
bisa mencapai 6 – 12 butir dengan masa mengerami selama 27 – 30 hari.
Tikus menjadi salah satu makanan spesifik burung hantu. Burung hantu
dewasa bisa memangsa tikus 2 – 5 ekor tikus setiap harinya, jika tikus
sulit didapat, tak jarang burung ini menjelajah kawasan berburunya
hingga 12 km dari sarangnya. Hebatnya, dia memiliki pendengaran sangat
tajam dan mampu mendengar suara tikus dari jarak 500 meter.
Kelebihan sifat burung hantu seperti ini sangat membantu upaya
menjadikannya sebagai pengendali hama tikus yang alami di daerah
perkebunan. Burung hantu jenis Tyto alba merupakan spesies yang saat ini
disebar dikawasan perkebunan di daerah Riau.
Manfaat kehadiran burung hantu ini sangat terasa dan cara ini
terbilang ramah lingkungan dan saya bilang sangat efisien. Keterbatasan
dan Kesulitan Penerapan Teknologi Tikus di Lapangan
* Keberadaan tikus di lahan garapan dianggap biasa.
* Tikus yang menghuni fasilitas umum, merupakan habitat alternatif.
* Pengendalian belum memperhatikan perilaku, biologi, dan ekologi tikus.
* Kegandrungan petani menggunakan racun akut.
* Penurunan drastis populasi musuh alami oleh perburuan liar.
* Keterbatasan sarana, tenaga, dan kemampuan untuk mengkoordinasi petani.
* Petani berlahan terbatas sangat lemah dalam membiayai keperluan pengendalian, mencari nafkah di luar bidang pertanian.
* Petani berlahan luas bertempat tinggal jauh diluar desa.
* Lokasi berbatu dan bertingkat/ teras disenangi tikus untuk berlindung.
* Potensi Tyto alba Sebagai Agen Pengendali hayati
* Pakan yang spesifik, yaitu 98 – 99% tikus, 1 – 2% adalah mamalia
lainnya seperti burung kecil, ular, katak, jenis cecurut, dan kadal.
* Mampu mengkonsumsi tikus sampai 5 (lima) ekor perhari.
Keuntungan:
Mampu menekan populasi tikus secara efektif.
Tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
Tidak memerlukan biaya dan tenaga yang besar serta;
Meningkatkan efisiensi waktu petani.
Penerapan Tyto alba Sebagai Pengendali Tikus
• Tyto alba untuk pengendalian tikus pada pertanaman padi yang
dilaksanakan sejak tahun 1989 di Malaysia, dapat menekan kerugian oleh
tikus dari 15 – 20% menjadi hanya 3% pada tahun 1997 dan 1998
• Penggunaan burung hantu untuk pengendalian tikus sawah sangat berhasil dilaksanakan di Cherrang Rotan, Klentan Malaysia
• Penenmpatan kotak sarang burung hantu untuk pengamanan areal
pertanaman padi di 11 (sebelas) Negara Bagian Malaysia sampai tahun 1998
mencapai 3.589 kotak sarang untuk mengamankan seluas 271.242 ha atau 1
(satu) kotak sarang untuk sekitar 75 hektar areal sawah
• Di Indonesia, pemanfaatan burung hantu untuk pengendalian tikus
pertama kali dilakukan diareal perkebunana kelapa sawit di Sumatera
Uatar dan cukup berhasil
• Selanjutnya dikembangkan untuk pengendalian tikus dibeberapa wiayah
di propinsi Sumatera Barat, jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Wilayah propinsi lainnya
• Walaupun jumlah dan tingkat keberhasilan secara kuantitatif kurang
diketahui, namun dirasakan cukup efektif untuk mengendalikan tikus sawah
PEMBAHASAN
Pengendalian Tikus yang Ramah Lingkungan
Tikus merupakan hewan pengerat yang membawa petaka bagi petani.
Serangan hama tikus akhir –akhir ini begitu merata di areal persawahan
maupun perkebunan. Tingkat serangan akan semakin tinggi pada saat musim
kemarau. Petani tidak panen dan kerugian jutaan rupiah sudah pasti.
Musuh alami tikus sudah banyak yang binasa akibat dari ulah manusia
itu sendiri. Ular merupakan salah satu musuh alami yang bisa
mengendalikan tikus, namun sayangnya ular banyak diburu untuk
dimanfaatkan daging dan empedunya. Selain ulah manusia musuh alami juga
banyak yang mati akibat penggunaan pestisida yang berlebihan sehingga
mencemari air di areal persawahan maupun perkebunan.
Penggunaan rodentisida memang efektif tapi sangat berdampak kurang
baik bagi lingkungan. Adapun kelemahan/kekurangan akibat penggunaan
rodentisida antara lain :
1. Racun yang sangat bahaya bagi makhluk hidup lainnya (manusia dan hewan ternak)
2. Kemasan rodentisida terkadang tercecer diareal persawahan/perkebunan sehingga mencemari lingkungan.
3. Racun dapat mencemari sungai maupun perairan yang dikonsumsi oleh penduduk.
4. Bau menyengat dari tikus yang mati akibat terkena racun rodentisida
5. Kurang efektif bila areal persawahan/perkebunan sangat luas.
6. Mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli rodentisida dan ongkos tenaga kerja.
7. Hewan tikus sangat cerdik. Apabila sudah ada yang terkena racun, maka tikus lainnya akan sangat berhati-hati.
Kelemahan-kelemahan tersebut diatas perlu diupayakan alternative
lainnya yang lebih efektif dan efisien. Dari referensi yang ada
menyatakan bahwa burung hantu merupakan salah satu alternative untuk
mengendalikan tikus di areal persawahan maupun perkebunan namun sayang
tidak semua petani melaksanakannya karena masih adanya mitos memelihara
burung hantu membuat sial dan burung hantu sudah terlanjur menyandang
image yang jelek dengan nama “hantu” tersebut. Padahal burung hantu
sangat efektif dan efisien dalam mengendalikan hama tikus. Naluri burung
hantu membunuh tikus tidak perlu diragukan lagi. Mata yang tajam dapat
memantau sampai radius 500 meter, dengan gerakan yang lincah tanpa
menimbulkan suara dan cengkeraman yang mematikan sangat menakutkan bagi
tikus.
Keuntungan pengendalian tikus dengan burung hantu adalah :
– Mampu menekan populasi tikus secara efektif.
– Tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
– Tidak memerlukan biaya dan tenaga yang besar serta;
– Meningkatkan efisiensi waktu petani.
– Burung hantu tidak bersifat migratory/berpindah-pindah
– Bisa dimanfaatkan oleh beberapa petani.
3.2. Permasalahan-permasalahan pengendalian tikus dengan burung hantu
Burung hantu (Tyto alba) yang sudah terbukti efektif dan efisien
mengendalikan hama tikus masih menyimpan permasalahan. Adapun
permasalaha-permasalahan tersebut antara lain :
– Kurang tersedianya burung hantu yang dihasilkan dari budidaya.
– Harga burung hantu hasil budidaya relative mahal (berkisar Rp. 300.000-Rp.400.000/ekor).
– Masih adanya orang iseng untuk membunuhnya.
– Masih melekatnya mitos kurang baik apabila pelihara burung hantu.
– Minimnya informasi tentang manfaat burung hantu untuk mengendalikan hama tikus.
– Peran Pemerintah yang sangat kurang dalam mendukung gerakan pemberantasan hama tikus dengan burung hantu.
3.3. Upaya mengatasi permasalahan-permasalahan :
– Untuk mengatasi kurang tersedianya burung hantu hasil budidaya
yaitu dengan cara petani belajar kepada petani lain yang sudah bisa
membudidayakan burung hantu dengan difasilitasi oleh Dinas Pertanian dan
Perkebunan.
– Berhasilnya petani membudidayakan burung hantu maka akan menghemat biaya pengeluaran untuk membeli burung hantu.
– Petani bersama-sama instansi terkait memberikan penyluhan kepada
warga setempat untuk tidak membunuh burung hantu karena dimanfaatkan
untuk mengendalikan hama tikus. Perlunya dibuat peraturan daerah untuk
melindungi keberadaan burung hantu dan sangsi yang berat bagi yang
melanggarnya.
– Untuk mengikis mitos yang menyesatkan maka tugas para ulama dan
ustad untuk menjelaskan bahwa kita tidak boleh percaya dengan mitos yang
menyesatkan dan dikembalikan semuanya kepada Allah SWT.
– Media masa maupun elektronik juga diminta peran aktifnya untuk
memberikan informasi mengenai manfaat burung hantu didalam mengendalikan
hama tikus yang ramah lingkungan dan membantu petani kita.
– Bagaimanapun juga peran serta Pemerintah sangat diharapkan.
Seharusnya Pemerintah Daerah melalui Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Peternakan mengupayakan anggaran untuk membudidayakan burung hantu
secara besar-besaran yang kemudian dibagikan secara gratis kepada petani
untuk mengendalikan hama tikus.
Sumber : https://kickdahlan.wordpress.com/2013/07/28/kupasan-mh87-rumah-burung-hantu-cara-unik-musnahkan-tikus/
By Latief Imanadi
http://www.karantinapertaniansby.com/index_berita.php?hal=detil_artikel&id=5
0 komentar:
Posting Komentar