Pegawai BPKS Sabang, melaporkan dari Surathani, Thailand Selatan
THAILAND
saat ini merupakan negara pengekspor terbesar produk pertanian dunia.
Umumnya, petani Thailand makmur dan rata-rata memiliki mobil double
cabin.
Keberhasilan Pemerintah Thailand di sektor pertanian ini
adalah akibat keberpihakan Raja Bhumibol Abuljadey memproteksi para
petani. Negara sangat menyadari aspek strategis produk pertanian yang
menjadi hajat hidup sebagian besar penduduk bumi. Itu sebab, negara
mengelola sektor ini secara sangat serius, bahkan didukung riset dan
rekayasa teknologi dengan melibatkan para ahli dan pakar dunia.
Melalui
hasil riset dan rekayasa teknologi ini Pemerintah Thailand telah
mengambil kebijakan untuk mengembangkan satu produk pada satu wilayah
(one village one commodity) dengan memperhatikan aspek keterkaitan
dengan sektor lain (back word and forward linkage), skala ekonomi dan
hubungannya dengan outlet (pelabuhan). Akibatnya, tumbuh cluster-cluster
(kelompok-kelompok) bisnis, sehingga masing-masing wilayah memiliki
kekhasan sesuai dengan potensi wilayahnya.
Thailand Selatan
umumnya menjadi cluster penghasil kelapa sawit, beras, dan karet rakyat.
Cluster buah-buahan dipusatkan di Provinsi Nalochitara, sayur-sayur
dikembangkan di Sapurburi, dan seterusnya. Pengembangan cluster ini
didukung pula dengan industri prossesing dan sarana lainnya, seperti
pelabuhan untuk mendukung ekspor.
Pemerintah Thailand juga
memproteksi produk pertanian dengan memberikan insentif dan subsidi
kepada petani. Kebijakan ini telah mendorong masyarakat memanfaatkan
lahan kosong dan tak produktif untuk ditanami dengan tanaman yang
berprospek ekspor.
Dalam perjalanan saya bersama Direktur
Pengembangan Usaha dan Investasi BPKS, Agus Salim dari Kawasan Wisata
Phuket ke Provinsi Surathani, pekan ini, sepanjang perjalanan kami
saksikan hampir tak dijumpai tanah kosong dan telantar seperti halnya di
Aceh. Lahan-lahan tersebut telah dimanfaatkan masyarakat untuk bertanam
kelapa sawit, karet, dan tanaman komersial lainnya. Tanaman ini ditanam
berdasarkan cluster sesuai agroklimat setempat dan didukung pula dengan
industri prosessingnya.
Pendek kata, petani Thailand sangat
bergairah berusaha karena mendapat dukungan dari pemerintah setempat.
Setiap produk yang dihasilkan jelas harga dan pasarnya. Perkembangan dan
informasi harga komoditas per periode waktu diikuti secara terbuka,
sehingga mereka tidak dirugikan. Tidak terlihat di sini peran tengkulak
seperti selama ini terjadi di Aceh.
Sudah saatnya Aceh dengan
spirit baru Gubernur/Wakil Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah dan Muzakir
Manaf menjadikan petani Aceh lebih mandiri dan bermartabat dengan
mengadopsi pola Pemerintah Thailand. Misalnya, dengan menjadikan Aceh
Tamiang dan Aceh Timur sebagai cluster kelapa sawit dan karet, Aceh
Tengah dan Bener Meriah cluster kopi dan hortikultura.
Selain
itu, Bireuen dan Pidie Jaya cluster cokelat, Aceh Besar cluster ternak,
Aceh Selatan dengan palanya, dan lain-lain didukung industri prosessing
dan turunan serta outlet-nya seperti Pelabuhan Kuala Langsa, Malahayati,
Krueng Geukeuh sebagai feeder sementara untuk ekspor dan impornya
dilakukan melalui outlet Pelabuhan Bebas Sabang. Sabang harus dijadikan
show window-nya produk ekspor maupun impor. Jika ini terwujud, insya
Allah ekonomi Aceh akan bangkit menuju kemakmuran yang bermartabat dan
mandiri. Semoga.
-GuruhFitraMarethaNugraha167-
0 komentar:
Posting Komentar