=]

Rabu, 11 Mei 2016

Mengapa Petani Thailand Makmur?


Pegawai BPKS Sabang, melaporkan dari Surathani, Thailand Selatan
THAILAND saat ini merupakan negara pengekspor terbesar produk pertanian dunia. Umumnya, petani Thailand makmur dan rata-rata memiliki mobil double cabin.

Keberhasilan Pemerintah Thailand di sektor pertanian ini adalah akibat keberpihakan Raja Bhumibol Abuljadey memproteksi para petani. Negara sangat menyadari aspek strategis produk pertanian yang menjadi hajat hidup sebagian besar penduduk bumi. Itu sebab, negara mengelola sektor ini secara sangat serius, bahkan didukung riset dan rekayasa teknologi dengan melibatkan para ahli dan pakar dunia.
Melalui hasil riset dan rekayasa teknologi ini Pemerintah Thailand telah mengambil kebijakan untuk mengembangkan satu produk pada satu wilayah (one village one commodity) dengan memperhatikan aspek keterkaitan dengan sektor lain (back word and forward linkage), skala ekonomi dan hubungannya dengan outlet (pelabuhan). Akibatnya, tumbuh cluster-cluster (kelompok-kelompok) bisnis, sehingga masing-masing wilayah memiliki kekhasan sesuai dengan potensi wilayahnya. 

Thailand Selatan umumnya menjadi cluster penghasil kelapa sawit, beras, dan karet rakyat. Cluster buah-buahan dipusatkan di Provinsi Nalochitara, sayur-sayur dikembangkan di Sapurburi, dan seterusnya. Pengembangan cluster ini didukung pula dengan industri prossesing dan sarana lainnya, seperti pelabuhan untuk mendukung ekspor.   

Pemerintah Thailand juga memproteksi produk pertanian dengan memberikan insentif dan subsidi kepada petani. Kebijakan ini telah mendorong masyarakat memanfaatkan lahan kosong dan tak produktif untuk ditanami dengan tanaman yang berprospek ekspor. 

Dalam perjalanan saya bersama Direktur Pengembangan Usaha dan Investasi BPKS, Agus Salim dari Kawasan Wisata Phuket ke Provinsi Surathani, pekan ini, sepanjang perjalanan kami saksikan hampir tak dijumpai tanah kosong dan telantar seperti halnya di Aceh. Lahan-lahan tersebut telah dimanfaatkan masyarakat untuk bertanam kelapa sawit, karet, dan tanaman komersial lainnya. Tanaman ini ditanam berdasarkan cluster sesuai agroklimat setempat dan didukung pula dengan industri prosessingnya.  
Pendek kata, petani Thailand sangat bergairah berusaha karena mendapat dukungan dari pemerintah setempat. Setiap produk yang dihasilkan jelas harga dan pasarnya. Perkembangan dan informasi harga komoditas per periode waktu diikuti secara terbuka, sehingga mereka tidak dirugikan. Tidak terlihat di sini peran tengkulak seperti selama ini terjadi di Aceh.  

Sudah saatnya Aceh dengan spirit baru Gubernur/Wakil Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf menjadikan petani Aceh lebih mandiri dan bermartabat dengan mengadopsi pola Pemerintah Thailand. Misalnya, dengan menjadikan Aceh Tamiang dan Aceh Timur sebagai cluster kelapa sawit dan karet, Aceh Tengah dan Bener Meriah cluster kopi dan hortikultura. 

Selain itu, Bireuen dan Pidie Jaya cluster cokelat, Aceh Besar cluster ternak, Aceh Selatan dengan palanya, dan lain-lain didukung industri prosessing dan turunan serta outlet-nya seperti Pelabuhan Kuala Langsa, Malahayati, Krueng Geukeuh sebagai feeder sementara untuk ekspor dan impornya dilakukan melalui outlet Pelabuhan Bebas Sabang. Sabang harus dijadikan show window-nya produk ekspor maupun impor. Jika ini terwujud, insya Allah ekonomi Aceh akan bangkit menuju kemakmuran yang bermartabat dan mandiri. Semoga.


 -GuruhFitraMarethaNugraha167-

0 komentar:

Posting Komentar